Hubungan Antara Body Image dan Self-Esteem Pada Dewasa Awal Tuna Daksa
Setiap manusia
di dunia pasti berharap memiliki tubuh yang normal sehingga
membuat mereka mampu melakukan
beragam aktivitas yang disukai, namun
tidak semua manusia memiliki
kondisi tubuh normal seperti
yang diinginkan sehingga membuat
mereka kesulitan melakukan beragam
aktivitas yang disukai. Cacat
tubuh terbagi atas berbagai macam
yaitu tuna netra, tuna
rungu, tuna wicara
dan tuna daksa. Masyarakat
menyebut individu yang mengalami
cacat tubuh sebagai penyandang cacat. Tuna
daksa merupakan cacat
tubuh dikarenakan kelainan
orthopedia pada tulang, sendi
dan otot yang disebabkan bawaan
sejak lahir atau penyakit atau
kecelakaan yang
membutuhkan alat bantu
untuk bergerak (Maramis, 1992).
Kelainan ini dapat terjadi
karena beberapa faktor seperti
genetik, trauma secara fisik, kekurangan oksigen, keracunan bahan kimia, penyakit atau kombinasi dari
beberapa faktor (Patton,
Kauffman, Blackbourn & Brown, 1991).
Kelainan anggota
tubuh yang dialami akan
memengaruhi tuna daksa dalam
menjalin relasi karena lingkungan akan memberikan
berbagai macam reaksi,
namun penerimaan reaksi ini
akan diterima berbeda-beda antara
tuna daksa sejak lahir dan tuna daksa setelah kelahiran, karena
tuna daksa sejak lahir
sudah dapat menerima
keadaan tubuhnya,
sedangkan tuna daksa setelah kelahiran
harus menjalani hidup baru
sebagai penyandang cacat. Peristiwa
ini disebut peristiwa non-normatif karena individu
mengalami peristiwa yang
tidak biasa tapi memiliki pengaruh penting dalam kehidupan
mereka (Baltes, dalam Santrock,
2012).
Reaksi
lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap
tuna daksa, karena pengalaman
yang terjadi secara langsung
akan lebih mudah diingat
oleh tuna daksa (Baron &
Bryne, 2004). Apabila reaksi negatif
yang diterima maka tuna daksa akan langsung
menyalahkan dirinya atas
tubuhnya yang akan memengaruhi self-esteem menjadi rendah.
Self-esteem merupakan evaluasi seseorang terhadap dirinya (Dusek, 1996).
Self-esteem terbagi atas enam
komponen menurut Nugent dan
Thomas (dalam Megawati, 2002),
yaitu self-esteem keseluruhan, kompetensi sosial, kemampuan memecahkan
masalah, kemampuan
intelektual, kemampuan diri dan
rasa berharga di
mata orang lain. Komponen-komponen inilah yang akan
membentuk keyakinan dan
kemampuan tuna daksa. Apabila tuna daksa percaya diri, serta mampu menerima
diri apa adanya maka self-esteem
yang dimiliki akan
tinggi, sedangkan tuna daksa yang menunjukkan penghargaan yang
buruk terhadap dirinya
sehingga tidak mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan
akan memiliki self-esteem yang rendah
(Papalia, 1995).
Terdapat lima
faktor yang memengaruhi self-esteem, yaitu pengalaman, pola
asuh, lingkungan, sosial ekonomi
dan body image (Burn, 1993).
Body Image merupakan perasaan seseorang terhadap tubuhnya.
Apabila individu memandang tubuhnya
positif maka body image yang
dimiliki positif, sedangkan
apabila individu memandang tubuhnya negatif
maka body image yang
dimiliki negatif (National
Eating Disorders Association,
2005). Hal ini
tidak terlepas dari ketiga faktor yang dapat memengaruhi body image,
yaitu media massa, keluarga dan hubungan interpersonal (Cash
& Purzinsky, 2002). Relasi
yang mereka dapatkan di lingkungan akan dapat membentuk
komponen-komponen yang dapat membuat body image individu semakin kuat yaitu, appearance evaluation,
appearance orientation, body weight satisfaction, overweight preoccupation dan self-classified weight
(Cash, dalam Andea (2010) & Sari (2009)).
Menurut Hurlock
(dalam Henggaryadi & Fakhrurrozi,
2008), memiliki bentuk fisik yang baik akan menimbulkan kepuasaan
dalam diri terhadap tubuhnya.
Semakin menarik atau efektif kepercayaan diri terhadap tubuh maka semakin
positif harga diri yang dimiliki, karena
body image positif akan
meningkatkan nilai diri, kepercayaan
diri serta mempertegas jati diri
pada orang lain maupun dirinya sendiri,
yang akan memengaruhi harga diri
(Henggaryadi & Fakhrurrozi,
2008). Body image dan self-esteem dapat memengaruhi semua tahap
perkembangan, namun peneliti
ingin melihat pada tahap
dewasa awal karena tahap
ini merupakan masa transisi dari remaja ke dewasa, selain
itu juga di
masa ini individu diharapkan lingkungan
sekitar untuk menjadi individu yang
mandiri dengan
menjalankan tugas-tugas
perkembangan yang diharapkan
oleh lingkungan (Hurlock, 1990).
Tugas-tugas perkembangan yaitu
mencari pekerjaan, menikah dan
mengasuh anak, mencari pasangan hidup, menjadi warga negara yang baik, dll. Apabila tuna daksa mampu
menjalani tugas-tugas perkembangan seperti yang diharapkan dengan baik, maka
hal ini juga akan memengaruhi penilaian diri
mereka yang juga dapat
memengaruhi body image dan
self-esteem mereka.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara body image dan self esteem
pada dewasa awal tuna daksa, yaitu
adanya pengaruh body image terhadap self-esteem tuna daksa.
Apabila individu memiliki body image positif maka
self-esteem mereka juga akan
tinggi, begitu juga sebaliknya, apabila individu memiliki body image negatif
maka self-esteem mereka juga akan rendah.
Simpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara body image dan self-esteem
pada dewasa awal
tuna daksa. Temuan lain
yang didapatkan adalah muncul
komparasi sosial karena mereka
membandingkan diri dengan teman
mereka yang membuat self-esteem mereka
menjadi rendah, namun, terdapat
kohesivitas dalam kelompok karena
perasaan nyaman yang terbentuk
saat bergaul dengan teman-teman FKPCTI
serta adanya dukungan sosial
yang diberikan oleh teman-teman mereka sehingga mereka dapat
meminimalisir rasa rendah diri
dalam diri.
Komentar
Posting Komentar